Disusun oleh
Anggi Ambarsari “20212902"
Kelas : 1EB20
JUDUL : EKONOMI KREATIF BERKEMBANG PESAT
PENDAHULUAN
Ekonomi kreatif dan industri kreatif
mulai marak dibicarakan di Indonesia, kira-kira 2006, karena pemerintah
mencatat pertumbuhan ekonomi kreatif 2006 cukup tinggi, bahkan melampaui
pertumbuhan ekonomi nasional.
Sejumlah kota-kota besar dengan
dimotori anak-anak muda, akhir-akhir ini menyambut datangnya wacana ekonomi kreatif.
Ekonomi yang lebih mengedepankan kreativitas dan inovasi sebagai motor
penggerak ekonomi. UNESCO pada 2003, mengeluarkan rilis resmi mengenai definisi
industri kreatif ini sebagai suatu kegiatan yang menciptakan pengetahuan,
produk, dan jasa yang orisinal, berupa hasil karya sendiri
EKONOMI KREATIF BERKEMBANG PESAT
Ada pertanyaan yang muncul mengapa
peringatan Hari Ibu yang lalu dilaksanakan bersamaan dengan Pencanangan Tahun
Indonesia Kreatif 2009. Hal itu, didasarkan pada kenyataan bahwa kaum perempuan
Indonesia yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari warga negara dan sebagai
pejuang bangsa antara lain, membangun bangsa sendiri menyeluruh sesuai dengan
kodrat dan kemajuannya. Pengembangan ekonomi kreatif, membutuhkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan kreatif. Kreativitas SDM perlu dibentuk
sejak dini namun Sayangnya banyak praktik pembelajaran di sekolah kita justru
menghambat berkembangnya kreativitas anak-anak. Menurut Howard Garner, sistem
pendidikan yang salah dapat membunuh kreativitas anak-anak sehingga hanya
tinggal 10% dari potensinya ketika usia 8 tahun. Ketika salah didik ini
berlangsung sampai pada usia 12 tahun, potensi kreativitasnya menurun hingga
hanya 2%. Jadi, pendidikan usia dini dan sekolah dasar adalah masa-masa emas
untuk mengembangkan potensi kreativitas manusia. Sebesar 95% pertumbuhan otak
terjadi pada usia di bawah 12 tahun. Apabila kita salah mendidiknya,
pertumbuhan struktur jaringan otak akan terhambat, dan dampaknya adalah permanen.
Sejumlah pakar mengatakan bahwa
banyak praktik pendidikan yang dianggap sebagai “creative killers”, dan
itu ternyata masih lazim dilakukan di Indonesia. Terlalu menekankan praktik
menghafal isi teks buku, sistem tes yang membutuhkan jawaban baku/standar
(misalnya benar atau salah, sistem pilihan berganda), serta melatih memori
jangka pendek (menghafal hanya untuk bisa menjawab tes, dan akan lupa beberapa
hari kemudian) adalah berbahaya bagi perkembangan kreativitas. Cara-cara
tersebut hanya mengembangkan kemampuan berpikir yang paling rendah (LOTS-Lower
Order Thinking Skills). Setara dengan kemampuan berpikir beo yang bisa dilatih
untuk menghafal lagu tertentu. Bayangkan anak-anak didik kita sejak kelas 1 SD
sudah dipersiapkan untuk berpikir dengan cara seperti ini, sehingga mereka
terbiasa berpikir linier, sederhana atau textbook thinking.
Pembentukan
kreativitas SDM lebih baik dimulai dari pendidikan di dalam lingkungan keluarga
di mana peran keluarga menentukan kreativitas putra-putrinya dapat dikembangkan
secara maksimal. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa didikan seorang ibu
sangat berperan dalam membentuk insan kreatif bagi bangsa Indonesia, yang akan
menentukan perkembangan ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif
dan industri kreatif mulai marak dibicarakan di Indonesia, kira-kira 2006,
karena pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi kreatif 2006 cukup tinggi,
bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi kreatif di
atas rata-rata nasional pada 2006 mencapai 7,3%, pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional hanya 5,6%. Selama 2002-2006, industri kreatif menyerap
sekitar 5,9 juta pekerja dan menyumbang Rp 81,5 triliun atau 9,13% terhadap
total ekspor nasional.
Sejumlah
kota-kota besar dengan dimotori anak-anak muda, akhir-akhir ini menyambut
datangnya wacana ekonomi kreatif. Ekonomi yang lebih mengedepankan kreativitas
dan inovasi sebagai motor penggerak ekonomi. Di Bandung misalnya, beberapa
tahun ini sejumlah seminar tentang industri kreatif diselenggarakan, sejumlah
lembaga seperti Center For Inovation Enterpreneurship & Leadership
(CIEL) yang merupakan bagian dari Sekolah Bisnis Manajemen ITB bekerja sama
dengan Departemen Industri dan Perdagangan, merancang strategi pengembangan
industri kreatif di Jawa Barat.
UNESCO pada
2003, mengeluarkan rilis resmi mengenai definisi industri kreatif ini sebagai
suatu kegiatan yang menciptakan pengetahuan, produk, dan jasa yang orisinal,
berupa hasil karya sendiri. Salah satu negara yang sangat giat
menyosialisasikan ekonomi kreatif adalah Inggris. Pemerintah Inggris
menyediakan dana bantuan 6 juta poundsterling (sekitar Rp 108 miliar), untuk
mendukung pengembangan industri kreatif di berbagai negara berkembang.
Realitas dan
fenomena ekonomi kreatif, sebenarnya bukanlah hal baru bagi Indonesia yang
telah terbukti memiliki aset kreativitas sejak dulu. "Indonesia tidak
kekurangan modal kreativitas, hanya kekurangan kemampuan
mengintegrasikannya". Untuk itu, langkah yang dibentuk adalah mengamati
apa yang kita miliki (jati diri bangsa dan potensi SDA dan SDM). Berikut ini
ada tiga faktor penggerak yang penting akan penciptaan dan pembangunan industri
kreatif yang disebut 3 T, talenta, toleransi, dan teknologi (Florida).
Sudah jelas,
untuk menghasilkan sesuatu yang berdaya saing, dibutuhkan SDM yang baik, yaitu
talenta. John Howkins menyebut mereka sebagai orang yang hidup dari penciptaan
gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara. Florida mengklasifikasi
kelas ini, ada yang bernuansa akademik (universitas), berorientasi teknologi (tech-pole),
bernuansa artistik (bohemian), pendatang (imigran; warga negara keturunan etnis
tertentu). Tom Peters mengatakan, "Bila Anda ingin inovatif, gampang saja,
bergaullah dengan orang-orang aneh dan Anda akan bertambah kreatif. Tapi, jika
Anda bergaul dengan orang-orang yang membosankan, Anda akan semakin membosankan
juga."
Lapangan
pekerjaan akan tercipta di tempat-tempat di mana terdapat konsentrasi yang
tinggi dari pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Orang-orang yang memiliki
talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi, mereka memiliki banyak
alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan di
daerah-daerah sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang
lebih berkepentingan adalah user dari pekerja kreatif ini dan user akan
mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Apa hubungannya dengan
toleransi? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki
tingkat toleransi tinggi terhadap gagasan-gagasan yang gila dan kontroversial,
serta mendukung orang-orang berani berbeda, iklim penciptaan kreativitas dan
inovasi akan semakin kondusif, karena pekerja kreatif dapat bebas
mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan memulai
usaha baru dan ketersediaan kanal-kanal solusi finansial untuk mengembangkan
bisnis.
Teknologi sudah
menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas, dan
mempermudah kegiatan bisnis dan bersosial. Dewasa ini semakin banyak pekerjaan
manusia, yang digantikan teknologi membuat manusia sebagai operatornya memiliki
lebih banyak waktu untuk memikirkan gagasan-gagasan baru. Jika pernyataan ini
saya balik, maka menjadi demikian: semakin manusia direpotkan oleh aktivitas
fisik dan tidak dibantu teknologi, sebagian besar waktu manusia akan habis
terbuang untuk urusan teknis. Dalam arti lain, teknologi menunjang
produktivitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi,
transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif.
Contoh dalam penggunaan perangkat lunak. Bagi negara berkembang seperti
Indonesia, pembelian lisensi perangkat lunak adalah kendala besar, karena harga
perangkat lunak di Jakarta relatif sama dengan harga di New York. Ini adalah
faktor penghambat kelancaran lahirnya industri-industri baru.
Tentu saja 3T
ini bukan satu-satunya faktor penggerak ekonomi kreatif, karena pada dasarnya
"seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik
kacamata atau remaja di gang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Namun,
perbedaannya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu
yang secara khusus bergelut di bidang kreatif (dan mendapat faedah ekonomi
secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota mampu
menciptakan produk-produk baru yang inovatif tercepat, akan menjadi pemenang
kompetisi di era ekonomi ini".
PENUTUP
Realitas dan fenomena ekonomi kreatif, sebenarnya
bukanlah hal baru bagi Indonesia yang telah terbukti memiliki aset kreativitas
sejak dulu. "Indonesia tidak kekurangan modal kreativitas, hanya
kekurangan kemampuan mengintegrasikannya".Ada tiga faktor penggerak yang
penting akan penciptaan dan pembangunan industri kreatif yang disebut 3 T,
talenta, toleransi, dan teknologi . Jika setiap individu telah dibekali hal
tersebut entunya sangat lah membantu dalam kemajuan negaranya.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekonomi-kreatif.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar