TUGAS SOFTSKILL BAHASA
INDONESIA
Anggi Ambarsari (20212902)
3EB17
Dosen
:
Bapak
Danang Wijayanto
PENDAHULUAN
Remunerasi diartikan sebagai imbalan
kerja yang berupa gaji, honor, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi,
pesangon, dan/dana pensiun. Remunerasi merupakan penghasilan yang bisa
diperoleh dan dibelanjakan oleh pegawai atau karyawan (take home pay) atas
hasil pekerjaan yang telah dilakukan. Senada dengan pernyatan Flipo (1961)
bahwa remunerasi adalah harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh
seseorang kepada orang lain. Jadi, dalam bentuk imbalan (dana/barang) apapun
yang diberikan kepada setiap pegawai/karyawan yang jumlahnya relatif besar itu
disebut tunjangan remunerasi.
Tunjangan
kesejahteraan ini hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kinerja,
prestasi, dan berproduktivitas tinggi dalam profesinya. Remunerasi terdiri dari gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan yang
selama ini diperoleh pegawai ditambah dengan tunjangan remunerasi. Remunerasi
sama dengan gaji, artinya remunerasi merupakan gabungan gaji pokok,
tunjangan-tunjangan yang selama ini kita sudah dapatkan.
Pada prinsipnya,
sistem remunerasi yang berbasis kompetensi harus mempertimbangkan secara
seimbang imbalan yang diberikan kepada input dan output. Input dalam hal ini
adalah bagaimana seseorang melakukan sesuatu pekerjaan untuk dapat mencapai
tujuan kinerja. Hal ini berkaitan dengan kompetensi apa yang perlu dikuasai
oleh orang tersebut.
Untuk itulah, perlu diberikan imbalan untuk
kompetensi apa yang telah dikuasai oleh orang tersebut sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Begitu juga dengan output, adalah apa hasil kerja yang dicapai
oleh orang tersebut dalam pekerjaannya. Output ini adalah target kinerja yang
dihasilkan oleh orang tersebut, sehingga perlu diberikan imbalan apabila orang
tersebut mampu untuk mencapainya.
Sistem remunerasi yang berbasis kompetensi harus secara seimbang mempertimbangkan 3 faktor dalam penetapan imbalan yang diberikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh setiap orang, yaitu:
Faktor 1; Jabatan atau Posisi: adalah nilai dari kontribusi yang diberikan oleh fungsi jabatan atau posisi bagi organisasi, yang umumnya dapat dilihat dari 3 (tiga) hal yaitu, tuntutan kemampuan, pemecahan masalah dan tanggungjawab. Faktor inilah yang menentukan besarnya gaji dasar yang diterima orang sebagai imbalan terhadap jabatan atau posisi yang didudukinya.
Faktor 2; Kompetensi Individual: adalah kompetensi yang dimiliki dan dibawa oleh orang untuk melakukan pekerjaannya seperti yang dipersyaratkan. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan sebagai tambahan pendapatan yang diterima dalam bentuk tunjangan atau insentif.
Faktor 3; Kinerja: adalah prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan baik secara individu, tim ataupun organisasi, yang berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh organisasi. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan dalam bentuk insentif atau bonus.
Sistem remunerasi tradisional, biasanya hanya memberikan remunerasi berdasarkan jabatan atau peran dalam organisasi, yang sering disebut sebagai input organisasi. Dalam sistem ini, remunerasi sesuai dengan bobot relatif jabatan dalam organisasi, yang diukur dari pengetahuan/kemampuan, pemecahan masalah, dan tanggungjawab.
Sementara sistem remunerasi berbasis kinerja (performance-based), menambahkan pada sistem tradisional, berupa remunerasi berdasarkan kinerja yaitu manfaat ekonomis yang dihasilkan untuk organisasi (output organisasi).
Kemudian sistem remunerasi berbasis kompetensi melengkapi sistem sebelumnya dengan menambahkan komponen kompetensi individu (input individu) sebagai faktor yang juga dipertimbangkan.
Sistem remunerasi yang berbasis kompetensi harus secara seimbang mempertimbangkan 3 faktor dalam penetapan imbalan yang diberikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh setiap orang, yaitu:
Faktor 1; Jabatan atau Posisi: adalah nilai dari kontribusi yang diberikan oleh fungsi jabatan atau posisi bagi organisasi, yang umumnya dapat dilihat dari 3 (tiga) hal yaitu, tuntutan kemampuan, pemecahan masalah dan tanggungjawab. Faktor inilah yang menentukan besarnya gaji dasar yang diterima orang sebagai imbalan terhadap jabatan atau posisi yang didudukinya.
Faktor 2; Kompetensi Individual: adalah kompetensi yang dimiliki dan dibawa oleh orang untuk melakukan pekerjaannya seperti yang dipersyaratkan. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan sebagai tambahan pendapatan yang diterima dalam bentuk tunjangan atau insentif.
Faktor 3; Kinerja: adalah prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan baik secara individu, tim ataupun organisasi, yang berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh organisasi. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan dalam bentuk insentif atau bonus.
Sistem remunerasi tradisional, biasanya hanya memberikan remunerasi berdasarkan jabatan atau peran dalam organisasi, yang sering disebut sebagai input organisasi. Dalam sistem ini, remunerasi sesuai dengan bobot relatif jabatan dalam organisasi, yang diukur dari pengetahuan/kemampuan, pemecahan masalah, dan tanggungjawab.
Sementara sistem remunerasi berbasis kinerja (performance-based), menambahkan pada sistem tradisional, berupa remunerasi berdasarkan kinerja yaitu manfaat ekonomis yang dihasilkan untuk organisasi (output organisasi).
Kemudian sistem remunerasi berbasis kompetensi melengkapi sistem sebelumnya dengan menambahkan komponen kompetensi individu (input individu) sebagai faktor yang juga dipertimbangkan.
ISI
Contoh Kasus:
Remunerasi Gaji Ciptakan Kerawanan
Sosial
Program remunerasi di
Kementrian Keuangan menelan dana hingga Rp13,92 triliun. Sebuah angka besar dan
membuat iri pegawai lain serta mengundang kerawanan sosial.
Mantan Menteri Koordinator
Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, kasus Gayus Tambunan merupakan contoh
kecil dari kesalahan kebijakan yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani
selain bailout Bank Century yang bermasalah.
Menurutnya, biaya reformasi
birokrasi mencapai Rp13,92 triliun di RAPBN-P 2010 itu amat mahal serta hasil
utang dari Bank Dunia. "Eksperimen Menkeu ini tidak wajar dan sembrono.
Harusnya naikan dulu kinerja pegawainya baru evaluasi menaikan benefitnya,"
kata Rizal Ramli dalam diskusi Radio Trijaya, di Warung Daun, Cikini, Jakarta ,
kemarin.
"Dulu, ketika zaman Menteri
Keuangan Ali Wardana juga pernah dilakukan hal seperti ini, dan ketika itu
gagal juga. Lha kok sekarang diulangi lagi?," kata ekonom senior itu
seraya menyarankan pemerintah agar membatalkan program itu.
Kebijakan ini juga hanya
menciptakan kasta birokrasi ala kapitalis neoliberal. PNS Kementrian Keuangan
bisa mendapat remunerasi 70% dari skenario merit sistem.
”Kantor Sekneg hanya memperoleh 70
persen dari Kementerian Keuangan atau 0,49 dari skenario. Instansi lain yang
belum dapat remunerasi akan mengikuti pola Sekneg. Reformasi di Kementerian
Keuangan hanya naik gaji tanpa perubahan prilaku dan etos kerja,’’katanya.
Sementara pengamat militer Indria
Samego menilai, kebijakan remunerasi gaji para pegawai pajak, berpotensi
menimbulkan kecemburuan di kalangan aparat negara. Terutama bagi prajurit TNI,
Polri dan guru.
"Gaji mereka untuk hidup
sehar-hari saja tidak cukup, apalagi untuk membeli rumah atau menyekolahkan
anak-anak," ujar pengamat militer, Indria Samego, kepadaINILAH.COM,
Minggu (4/4).
Sebagai contoh, seorang anggota
TNI dengan pangkat Prajurit Dua memperoleh gaji pokok Rp1.100.000 per bulan.
Ditambah tunjangan, beras dan lauk-pauk sebesar Rp 229.490/bulan.
Sedangkan anggota dengan pangkat
Kapten dan sudah mengabdi 24 tahun di Kodam Jaya, mendapat gaji total
Rp4.020.000/bulan. Gaji tersebut sudah termasuk tunjangan dan lauk-pauk.
"Kami berharap agar rencana
pemerintah menaikkan gaji PNS, anggota Polri dan TNI segera terwujud,"
ujar seorang anggota TNI berpangkat Kapten. Para anggota TNI ini bekerja selama
24 jam dan tinggal di asrama. "Tapi kami happy mas, nikmati saja apa
adanya," tambah anggota yang lain.
Indira mengakui gaji pegawai negeri
sipil (PNS) pada umumnya masih rendah. Hanya PNS di lingkungan kantor pajak
yang tinggi menyusul diberlakukannya remunerasi. Dengan diberlakukannya sistem
remunerasi oleh Menteri Keuangan, gaji PNS di lingkungan Ditjen Pajak jadi
berlipat-lipat.
Hal senada juga diungkapkan Wakil
Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin yang menilai bahwa remunerasi gaji PNS perlu
dikaji ulang. Terutama prioritas kepentingan nasional.
Mencuatnya kasus Gayus, menurut
Lukman Hakim, bisa menjadi momentumnya. Selain mengkaji remunerasi pajak,
pemerintah harus memprioritaskan remunerasi TNI dan Polri.
"Para prajurit TNI dan
Polri, serta para guru yang berhadapan langsung dengan pelayanan publik gajinya
masih kecil. Kesejahteraan mereka jauh dari memadai," ujar Lukman.
Lukman mengusulkan agar sistem
remunerasi diberlakukan juga bagi prajurit TNI/Polri dan PNS di bidang
pendidikan, terutama golongan rendahan. Mereka adalah golongan PNS yang
berhadapan langsung dengan pelayanan publik. Kebijakan ini perlu dilakukan agar
terjadi keadilan: tidak ada diskriminasi dan tidak ada pula pengistimewaan.
Ia mengakui selama ini ada gap
kesejahteraan PNS di lingkungan kantor pajak dengan di instansi-insatansi lain.
Padahal, tugas dan tanggung jawab mereka sama. Jika kesenjangan itu dibiarkan
dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan.
"Kalau ada kecemburuan dapat
menimbulkan kerawanan sosial," papar Lukman. Memang tidak ada jaminan
pemberlakuan sistem remunerasi dapat menjamin peningkatan profesionalisme dan
kejujuran di kalangan pegawai.
KESIMPULAN
Dengan diadakannya remunerasi tentu sangatlah bagus
bagi para karyawan, guru, para mentri dll tapi perlu diinagt haruslah adil
dalam pemberlakuan remunerasi harus sesuai dengan sistem yang diambil. Kalau ada kecemburuan dapat menimbulkan kerawanan
sosial, memang tidak ada jaminan pemberlakuan sistem remunerasi dapat menjamin
peningkatan profesionalisme dan kejujuran di kalangan pegawai.
Remunerasi memang bukan obat
mujarab, tetapi bagi pemerintah merupakan solusi untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja birokrasi dan pembenahan sistem tatakelola penggajian yang
lebih baik dari masa sebelumnya. Pada prinsipnya, pemberian remunerasi
berfungsi sebagai pendorong bagi setiap instansi pemerintah untuk melakukan
reformasi birokrasi (RB).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar